Pada dasarnya, prinsip desentralisasi yang terkait aspek fiskal adalah the money follows function, yaitu untuk mengatasi berbagai problem" />
www.warnariau.com
Sebuah Pencerahan: Desentralisasi Fiskal Moderen dan Rural Development, "Untuk Riau"
Minggu, 07/05/2017 - 01:02:23 WIB
Raden Mas R. Anindya, SIP, MPA (Pemerhati Kebijakan Daerah dan Ketua Presidium Jawa Manunggal Riau)

TERKAIT:
   
 

PEKANBARU,WARNARIAU.COM - Pada dasarnya, prinsip desentralisasi yang terkait aspek fiskal adalah the money follows function, yaitu untuk mengatasi berbagai problem yang mewarnai ketidakharmonisan hubungan pusat dan daerah khususnya dalam kewenangan pengelolaan sumber daya yang berhubungan dengan penerimaan dan belanja pemerintah. Penjelasan hal tersebut adalah sebagai berikut ; pertama, mengurangi vertical fiscal imbalance (ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah atau pemerintah tingkat atas dan bawah); kedua, mengurangi horizontal fiscal imbalance (ketimpangan fiskal antar daerah ); ketiga, menjamin fiscal sustainability di daerah; keempat, mendorong kinerja pemerintah daerah. Proses desentralisasi fiskal tersebut tidak hanya terhenti pada level pemerintah propinsi maupun Kabupaten/Kota, tetapi terus berlanjut bahkan sampai pada pemerintahan level paling bawah yaitu desa, nagari dan berbagai sebutan lain.

Demikian juga di Riau, kebijakan desentralisasi fiskal ini sudah seharusnya dipahami benar oleh aparatur Negara, sampai pada tingkat paling bawah. Salah satu bentuk kebijakan desentralisasi fiskal yang dilakukan di Riau adalah kebijakan penguatan dan perimbangan keuangan kabupaten sampai pada desa. Kebijakan ini dianggap penting karena tiga alasan, yaitu: (1) Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di dalam komunitas pedesaan, (2) Komunitas pedesaan itu terkelompok ke dalam satuan masyarakat hukum yang memiliki pemerintahan yang otonom, dan (3) Desentralisasi di tingkat desa akan meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya (The felt needs). Kemudian, apa yang harus dilakukan pada tahapan implementasi pada tingkat desa? Pertanyaan ini harus dijawab oleh eksekutif serta aparatur Negara yang bertanggungjawab pada pengelolaan keuangan.

Meruntut pendapat beberapa ahli, seperti Dye (1981:1), bahwa kebijakan merupakan whatever government choose to do or not to do. Seperti halnya desentraisasi fiscal, pelimpahan kewenangan kepada daerah tersebut dimaksudkan untuk menggali dan menggunakan sendiri sumber-sumber penerimaan daerah sesuai dengan potensinya masing-masing (Bird dan Vaillancourt, 2000). Sedangkan menurut amanah undang-undang yang ada, desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah otonom berupa penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan kewenangan yang diserahkan kepada pemerintah daerah, (UU Nomor 32 tahun 2004).

Kebijakan desentralisasi fiskal sampai di tingkat pedasaan ini diperlukan dalam rangka perbaikan efisiensi ekonomi, efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas, dan peningkatan mobilisasi dana, serta bertujuan untuk, (a) Menjaga kesinambungan kebijaksanaan fiskal dalam konteks kebijaksanaan ekonomi makro; (b) Mengoreksi vertical imbalance, yaitu memperkecil ketimpangan yang terjadi antara keuangan pemerintah pusat dan keuangan daerah yang dilakukan dengan memperbesar taxing power daerah; (c) Mengoreksi horizontal imbalance yaitu ketimpangan antar daerah dalam kemampuan keuangannya; (d) Meningkatkan akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi dalam rangka peningkatan kinerja Pemerintah Daerah; (e) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan (f) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sektor publik.

Esensinya, maksud desentralisasi fiskal adalah dalam rangka distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Konsisten dengan semangat desentralisasi fiskal yang diterapkan pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, maka dalam rangka mengimplementasikan desentralisasi fiskal di tingkat desa, sistem transfer keuangan dari pemerintah kabupaten kepada desa haruslah mencerminkan perimbangan dan bukan bantuan. Artinya, bahwa transfer keuangan dari pemerintah ke desa jangan sampai menciptakan ketergantungan keuangan desa kepada pemerintah kabupaten.

Sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang menyelenggarakan pemerintahan di tingkat bawah, desa memiliki beberapa kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. Kewenangan dimaksud terkait dengan kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa, kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa, serta kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa. Konsekuensi dari adanya kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut adalah perlunya pendanaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah daerah dan bantuan pemerintah sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 67, ayat 1, 2 dan 3.

Seperti halnya penyelenggaraan pemerintahan di tingkat propinsi maupun Kabupaten/Kota, penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa juga menganut prinsip the money follows function yakni keuangan mengikuti fungsi pemerintahan. Fungsi-fungsi pemerintahan tersebut adalah fungsi desentralisasi, dekonsentrasi, serta tugas pembantuan (Medebewind). Adanya prinsip the money follows functions kemudian memunculkan kewenangan pengelolaan keuangan di tingkat desa dengan sumber-sumber keuangan yang berbeda.

Saat ini, pengelolaan keuangan di tingkat desa di Propinsi Riau dalam kerangka desentralisasi dan otonomi daerah memperlihatkan sejumlah persoalan, seperti rendahnya kemauan politik (political will) pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana bagi desa, serta muncul persoalan pengelolaan keuangan desa lebih berhubungan dengan kemauan politik pemerintah dalam mengalokasikan dana secara transparan dan proporsional. Riau sudah dapat dinilai maju, namun tetap menyimpan permasalahan klise. Seharusnya pengelolaan desentralisasi ini jauh lebih baik daripada wilyah timur Indonesia dengan permasalahan terkait dengan keterbatasan infrastruktur pemerintahan, isolasi wilayah, rendahnya kapasitas aparat pemerintah desa dalam pengelolaan potensi pendapatan asli desa, minimnya transparansi dalam hal alokasi dana bagi desa oleh pemerintah Kabupaten/Kota maupun Propinsi bahkan aspek hambatan sosiokultur pemerintahan. Mengapa di Riau demikian? Secara umum, pemerintah daerah belum mengalokasikan dana secara terbuka maupun proporsional kepada pemerintah desa. Mekanisme tersebut kemudian menimbulkan berbagai bentuk penyelewengan dan penyalahgunaan keuangan. Kenyataan yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa, hak-hak dan kewenangan desa sebagaimana diamanatkan dalam PP 72 tentang Desa belum terpenuhi.

Dengan demikian, salah satu opsi penyelesaian masalah desentralisasi fiskal daerah adalah dengan sifat transfer yang langsung ditujukan ke desa (cash flow). Selain itu, aliran proyek baik fisik maupun non fisik yang masuk ke desa selama ini tidak dititikberatkan pada pembangunan prasarana fisik daerah yang menghubungkan desa dengan pusat pelayanan pemerintah tingkat di atasnya, minimnyaprioritas pembangunan infrastruktur fisik pedesaan, dan perlu adanya pendampingan untuk aliran dana pemberdayaan ekonomi desa. Selain itu mental korup yang cukup dominan pada aparat pemerintah desa juga merupakan faktor yang menurunkan kepercayaan pemerintah Kabupaten dalam memberikan kewenangan pengelolaan keuangan secara otonom kepada pemerintah desa. Sehigga, pemerintah Propinsi sebagai wakil pemerintah pusat seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap implementasi desentralisasi fiskal ini.***(hen)



 
Berita Lainnya :
  • Sebuah Pencerahan: Desentralisasi Fiskal Moderen dan Rural Development, "Untuk Riau"
  •  
    Komentar Anda :

     
    BERITA TERPOPULER
    1 Target PKS Kampar 2024: Menang Pileg, Kuasai Parlemen, Tamaruddin Bupati
    2 Empat Bupati dan Walikota Pekanbaru Tak Terlihat di Rakor Karhutla Riau
    3 Gubri Open House Idul Fitri hingga Tiga Hari, Seluruh Warga Diundang
    4 Catat! ASN Pemprov Riau harus Masuk Kerja Tanggal 10 Juni Siap-siap Disanksi
    5 Inilah Deretan Acara Pelantikan Gubernur dan Wagub Riau Besok Mulai di Jakarta hingga Pekanbaru
    6 ASN Pemprov Riau Wajib Masuk 10 Juni, yang Tambah Libur Dikenakan Sanksi
    7 Gubri Lepas 700 Santri ke Pesantren Al Fatah Magetan
    8 Aduh! Program Walikota Pekanbaru di Nilai Gagal
    9 Hore! Mulai 1 April Pengurusan e-KTP Bisa Dilakukan Diluar Domisili
    10 Panglima TNI: Kalau Mau Pakai Jilbab Pindah ke Aceh
    Follow:
    Pemprov Riau | Pemko Pekanbaru | Pemkab Siak | Pemkab Inhu | Pemkab Rohil | Pemkab Kampar
    Redaksi Disclaimer Pedoman Media Siber Tentang Kami Info Iklan
    © 2016 Warna Riau | Inspirasi Baru Berita Riau, All Rights Reserved